MEDAN, RMNEWS.ID- Peradilan Militer I/02 Medan melalui majelis hakim menjatuhkan vonis 10 bulan penjara terhadap terdakwa Sertu Riza Pahlivi dalam kasus penyiksaan yang menyebabkan kematian pelajar SMP MHS (15).
Terdakwa Sertu Riza dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah.
Majelis hakim yang diketuai Letkol. Ziky Suryadi dalam amar putusannya menyatakan terdakwa menyakinkan bersalah karena melakukan kealpaan/kelalaian yang menyebabkan matinya orang lain.
Terdakwa juga dihukum memberikan restitusi kepada ibu korban.
Terkait itu, LBH Medan selaku kuasa hukum ibu korban menilai vonis itu sangat ringan terhadap terdakwa.
Perwakilan LBH Medan Irvan Saputra mengatakan vonis itu melukai rasa keadilan korban dan menyalahi aturan hukum serta HAM. Menurut dia, vonis itu jadi sejarah buruk penegakan hukum.
“Putusan Sertu Riza Pahlivi menjadi sejarah buruk penegakan hukum dan matinya keadilan di peradilan militer,” kata Irvan, Selasa, 21 Oktober 2025.
Dia mengkritisi putusan terhadap Sertu Riza itu mengambarkan sulitnya mendapatkan keadilan di peradilan militer. Pun, LBH Medan meminta Oditurmiliter untuk melakukan upaya hukum banding.
“Tidak hanya itu LBH Medan juga akan melaporkan majelis hakim perkara a quo ke Mahkamah Agung dikarenakan adanya dugaan kejanggalan terhadap putusan sertu Riza Pahlivi,” ujar Irvan.
Dari keterangan LBH Medan, tindakan terdakwa Sertu Riza bertentangan dengan Pasal 76c jo Pasal 80 Ayat (3) Undang Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 terkait Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman selama 15 Tahun penjara.
“Memperparah hancurnya keadilan dengan memutus terdakwa hanya 10 bulan penjara atau dengan kata lain lebih ringan dari putusan maling ayam,” jelas Irvan.
Lebih lanjut, LBH Medan menilai seyogyanya tindakan terdakwa Sertu Riza diduga melanggar Pasal 76c jo Pasal 80 Ayat (3) Undang Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Tidak hanya itu perbuatan tindakan terdakwa telah bertentangan dengan UUD 1945, KUHPidana, UU HAM, DUHAM dan ICCPR, CRC tentang konvensi hak atas anak,” demikian keterangan LBH Medan.**
Redaktur: Gusti Rangga
Laporan: Supriadi MY RMNEWS.ID Sumut
























































