JAKARTA, RMNEWS.ID- Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan mencatat masih ada ribuan kilometer jalur kereta api yang saat ini tidak beroperasi alias nonaktif.
Pemerintah sendiri sudah memiliki rencana untuk menghidupkan kembali beberapa jalur tersebut, namun masih terkendala anggaran.
“Total jalur non aktif sebanyak 2.233 Km,” ungkap Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api DJKA Kemenhub, Arif Anwar dalam media Briefing Kemenhub, dikutip dari Kompas, Minggu (27/9/2025).
Jalur-jalur yang tak lagi beroperasi tersebut sebenarnya sudah masuk dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas) hingga tahun 2030.
Dalam dokumen perencanaan tersebut, ada sederet proyek reaktivasi yang disiapkan, termasuk di Pulau Jawa dan Sumatera.
“Terhadap jalur-jalur yang non beroperasi ini kita mempunyai RIPNas, tadi di dalam RIPNas sampai dengan 2030 sebenarnya kita punya beberapa proyek, diantaranya adalah reaktivasi beberapa jalur-jalur yang tidak beroperasi. Nah itu ada detilnya di dalam RIPNas,” lanjut Arif.
Revitalisasi jalur lama tetap menjadi bagian dari prioritas jangka panjang sektor perkeretaapian nasional. Beberapa jalur sudah menjadi target reaktivasi.
“Di Jawa ada, Sumatera ada. Diantaranya ada Cianjur arah Padalarang, Bandung-Ciwidey, Tanjung Sari, itu di Jawa Barat ya,” ujarnya.
Namun demikian, realisasi dari rencana-rencana tersebut akan sangat tergantung pada alokasi anggaran pemerintah di tahun-tahun mendatang.
“Tetapi memang saat ini kita terkendala dengan anggaran, jadi saya rasa tergantung dari kebijakan anggaran yang disampaikan ya, jadi apakah nanti akan direaktivasi atau belum, tetapi di dalam RIPNas kita punya program untuk reaktivasi tersebut,” kata Arif.
Rencana Reaktivasi di Pulau Jawa Sampai 2030:
Sukabumi-Cianjur-Padalarang
Cicalengka-Jatinangor-Tanjungsari
Cirebon-Kadipaten
Banjar-Cijulang
Purwokerto-Wonosobo
Semarang-Demak-Rembang
Kedungjati-Ambarawa
Jombang-Babat-Tuban
Kalisat-Panarukan
Semarang-Demak-Juana-Rembang
Madiun-Slahung
Sidoaro-Tulangan-Tarik
Kamal-Sumenep
Redaktur: Gusti Rangga
Sumber: Kompas