JAKARTA, RMNEWS.ID- Mantan presiden Filipina, Rodrigo Duterte, resmi didakwa melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Melansir BBC pada Selasa (23/9/2025), Duterte dituduh bertanggung jawab atas puluhan pembunuhan dengan dalih sebagai perang melawan narkoba.
Ribuan pengedar, pengguna narkoba kecil, dan warga lain tewas tanpa melalui proses peradilan.
Dakwaan itu bertanggal Juli baru dipublikasikan pada Senin (22/9/2025). Wakil jaksa ICC, Mame Mandiaye Niang, menyebut Duterte sebagai “pelaku tidak langsung” atas pembunuhan yang dilakukan pihak lain, termasuk polisi.
Dakwaan pertama menyoroti dugaan keterlibatan Duterte dalam pembunuhan 19 orang di Kota Davao antara 2013-2016 saat ia masih menjabat sebagai wali kota.
Dakwaan berikutnya berkaitan dengan masa jabatannya sebagai presiden Filipina pada 2016-2022.
Dakwaan kedua terkait pembunuhan 14 orang “target bernilai tinggi” di berbagai wilayah, sedangkan dakwaan ketiga mencakup pembunuhan dan percobaan pembunuhan terhadap 45 orang dalam operasi pembersihan desa.
Jaksa menyatakan Duterte bersama para tersangka lain memiliki “rencana atau kesepakatan bersama untuk menetralisir” orang-orang yang dituduh terlibat narkoba melalui kekerasan, termasuk pembunuhan.
Atas operasi anti-narkoba yang mematikan lebih dari 6.000 orang, pria 80 tahun itu tidak pernah meminta maaf. Para aktivis memperkirakan angka korban sebenarnya jauh lebih besar, bisa mencapai puluhan ribu.
Ia berulang kali menegaskan tindakan keras tersebut diperlukan untuk membersihkan Filipina dari kejahatan jalanan.
Para pendukungnya menuduh ICC digunakan sebagai alat politik Presiden Filipina Ferdinand Marcos, yang memiliki hubungan tidak baik dengan keluarga Duterte.
ICC tidak memiliki kewenangan menangkap tanpa kerja sama negara tempat tersangka berada.
Namun, Marcos sebelumnya telah menepis kemungkinan bekerja sama dengan ICC.
Kasus kejahatan kemanusiaan di Filipina tersebut membuat Rodrigo Duterte menjadi kepala negara Asia pertama yang didakwa oleh ICC.
Ia juga tersangka pertama dalam lebih dari tiga tahun yang diterbangkan ke Den Haag, Belanda, dan ditahan sejak Maret. Pengacara Duterte mengatakan kondisi kesehatan kliennya membuat ia tidak mampu menjalani persidangan.
Meski demikian, Duterte kembali terpilih sebagai wali kota Davao pada Mei lalu, ketika ia masih mendekam di penjara. Putranya, Sebastian Duterte, tetap melanjutkan tugas sebagai wali kota sementara.**
Redaktur: Gusti Rangga
Sumber: BBC