BATAM, RAKYAT MEDIA-Setelah melewati proses panjang dan gelombang penolakan masyarakat adat, proyek Rempang Eco City akhirnya resmi status Kawasan Rempang Eco City sudah tidak lagi tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025-2029 yang telah ditandatangani Presiden Prabowo Subianto.
“Dalam Perpres 12/2025 tentang RPJMN 2025-2029 yang ditandatangani Presiden Prabowo, sudah tidak ada lagi Proyek Strategis Nasional yang bernama Kawasan Rempang Eco City,” tegas Rieke.
Pembatalan proyek ini membawa angin segar bagi masyarakat Pulau Rempang yang selama ini resah akibat ancaman relokasi. Rieke juga menegaskan bahwa dengan keluarnya Perpres ini, intimidasi terhadap warga harus segera dihentikan.
Pencabutan status Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City oleh pemerintah disambut baik oleh anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka.Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan warga Pulau Rempang, Senin (28/04/2025), Rieke menegaskan bahwa dengan dicabutnya status PSN, pemerintah harus segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proyek tersebut.
Lebih lenjut Rieke menjelaskan, ia mendesak Jaksa Agung untuk mengusut tuntas dugaan korupsi yang mungkin terjadi dalam proyek yang telah menimbulkan konflik berkepanjangan itu. Dalam pertemuan yang dihadiri Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB) dan Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, Rieke menyampaikan apresiasinya atas terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 yang mencabut status PSN proyek Rempang Eco City.
“Saya senang dengan dikeluarkannya proyek Rempang dari status PSN sesuai Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2025,” ujarnya di hadapan warga dan pimpinan rapat Nurdin Khalid.
Lebih lanjut, Rieke mendesak Jaksa Agung untuk melakukan pengusutan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam potensi korupsi di balik proyek Rempang Eco City. Ia juga mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit terhadap Badan Pengusahaan (BP) Batam, lembaga yang selama ini memainkan peran sentral dalam perencanaan dan implementasi proyek tersebut.
“Warga tidak mungkin datang ke sini, kalau mereka tidak putus asa. Insyaallah tidak ada yang tidak bisa. Saya dukung pemerintah untuk evaluasi PSN Rempang Eco City, apalagi sudah tidak PSN,” tegas Rieke, seraya menambahkan bahwa tidak ada satu agama pun yang membenarkan perampasan tanah masyarakat.
Rieke juga menyoroti ketidakjelasan kajian terkait proyek tersebut sejak awal. “Apakah proyek ini sudah ada kajian atau belum? Investasi belum pasti, kerugian sudah didapat masyarakat,” katanya. Terkait aduan warga mengenai intimidasi, Rieke berharap keadilan dapat ditegakkan seadil-adilnya bagi masyarakat Pulau Rempang dan masyarakat di manapun berada. Ia mendesak agar segala bentuk kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi terhadap warga dihentikan.
Dalam RDP tersebut, warga Rempang menyampaikan berbagai persoalan yang mereka alami akibat rencana proyek, termasuk intimidasi, kekerasan, kriminalisasi, terganggunya mata pencaharian, serta ketidaktransparanan BP Batam terkait data relokasi. Mereka juga mengajukan tujuh tuntutan, termasuk pembatalan PSN, penghentian kekerasan, pengusiran PT Makmur Elok Graha (MEG), pemulihan hak masyarakat, dan pengakuan hak atas tanah.
Menanggapi keluhan warga, Nurdin Khalid menyatakan bahwa Komisi VI DPR RI telah membentuk Panitia Kerja (Panja) terkait persoalan lahan di Batam dan berencana melakukan kunjungan langsung ke Pulau Rempang pada 15-17 Mei 2025. Sementara itu, perwakilan dari tim advokasi dan organisasi masyarakat sipil menekankan pentingnya pengakuan hak masyarakat adat dan evaluasi menyeluruh terhadap tindakan aparat serta pihak swasta yang terlibat dalam konflik Rempang.***
Redaksi : Mawardi.