GWANGJU, RMNEWS.ID – Pendidikan merupakan aspek yang sangat diperhatikan di Korea Selatan. Namun, penurunan drastis angka kelahiran menyebabkan banyak sekolah kekurangan murid. Salah satu contohnya adalah Sekolah Dasar (SD) Jungang di kawasan Dong-gu, Gwangju, yang hanya memiliki satu siswa.
Meski begitu pihak sekolah tetap menghargai dan membuatkan upacara penerimaan siswa baru pada Selasa (4/3/2025). Upacara yang berlangsung pagi itu dihadiri si murid baru, Shim Eui Jun, ibundanya, satu kepala sekolah, enam guru dan sejumlah pejabat sekolah. Kakek dan nenek Shim Eui Jun juga membuat video ucapan selamat agar cucunya tetap bersemangat meski tak memiliki teman kelas. Video itu sempat disiarkan di upacara penerimaan itu.
Sebenarnya ada tiga murid baru yang akan mendaftar di SD Jungang. Namun, dua di antaranya memilih pindah sekolah tanpa ada keterangan. Sehingga hanya satu orang saja yang akhirnya masuk di sekolah tersebut.
Sang murid baru itu sadar betul bahwa proses belajarnya akan berbeda dengan kebanyakan murid di sekolah lain. Meski begitu, dia tetap senang karena sang kakak yang duduk di kelas enam, juga bersekolah di sana.
SD Jungang sendiri telah berdiri sejak 118 tahun lalu dan punya bangunan berkapasitas besar. Ada 90 kelas dan pernah menembus angka lima ribu siswa pada rentang tahun 1970-1980 an. Sayangnya, pada tahun 2000-an jumlah siswanya mulai menurun karena terdampak penyusutan angka kelahiran dan pengosongan kota. Selain SD Jungang, ternyata SD lain di kawasan sekitarnya juga mengalami penurunan jumlah siswa.
Untuk menyiasati hal tersebut, sekolah menyediakan layanan perlengkapan sekolah yang dirogoh dengan anggaran pribadinya, membuka beasiswa dari bantuan para alumni, serta mendapatkan bantuan dari kantor pendidikan kota.
Saat kali pertama didirikan pada tahun 1907, sekolah yang berada di dekat jalan paling sibuk di Gwangju ini memiliki 23 peserta didik dan 9 guru yang sekaligus kepala sekolah. Lalu, pada tahun ini total semua siswa tidak sampai menyentuh angka 30 anak. Alhasil, jumlah guru juga harus dikurangi dan tidak membuka posisi untuk wakil kepala sekolah.
“Sebagian besar siswa yang ada adalah anak-anak dari penduduk asli sekitar. Sejak 2010-an, jumlah siswa terus menurun karena tidak ada lagi penduduk yang tinggal di sekitar sini,” kata kepala sekolah Bae Chang Ho saat dimintai keterangan.
Fenomena ini disoroti masyarakat, termasuk oleh Departemen Pendidikan Universitas Pendidikan Gyeongin.
“Penting untuk membentuk jaringan antar sekolah sehingga siswa dapat belajar secara kolektif dan individu, dan Dinas Pendidikan harus merancang program yang mendukung hal tersebut,” ujar Profesor Park Ju Hyeong.
Editor: Andika
Sumber: Fenews.id