BATAM, RMNEWS.ID-Pemerintah Kota (Pemkot) Batam menegaskan bahwa pihak yang bertanggung jawab atas penimbunan sungai di Baloi Indah harus segera mengembalikan kondisi sungai seperti semula.
Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kota Batam, Suhar, mengungkapkan bahwa penimbunan tersebut dilakukan atas instruksi anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Lik Khai.
Suhar menegaskan, sesuai arahan pimpinan, oknum yang melakukan penimbunan wajib memulihkan kondisi sungai.
“Informasi dari operator kami, ada unsur kesengajaan dalam penimbunan ini. Karena itu, kami minta pihak terkait bertanggung jawab. Alat berat milik pemerintah sudah ditarik, dan normalisasi harus dilakukan oleh mereka yang menimbun,” tegas Suhar, Selasa, 25 Maret 2025.
Setelah pemanggilan dan investigasi lapangan, Pemkot Batam meminta agar daerah aliran sungai (DAS) dikembalikan ke kondisi awal. Suhar menyatakan bahwa Lik Khai telah bersedia menanggung biaya penggalian secara pribadi.
“Pak Lik Khai sudah menyanggupi, sehingga alat berat pemerintah kami tarik dari lokasi. Pihak terkait harus segera menggali kembali timbunan itu,” tegasnya.
Wakil Wali Kota dan Kepala Dinas PUPR Kota Batam Suhar. (Foto/Net).
Menanggapi peristiwa tersebut Ketua Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86) Cak Ta’in Komari SS bersuara keras. Dalam rilis yang disampaikan kepada media ini Rabu (26/3/2025) dia menegaskan tindakan tersebut tidak hanya menggali kembali timbunan itu dan menanggung biaya tapi tindakan itu merupakan perbuatan pidana. “Menimbun sungai itu jelas pidana, buang sampah tidak boleh,” katanya.
Menurut Cak Ta’in, penimbunan sungai jelas akan mengakibatkan perubahan fungsi sungai. Air yang seharusnya bisa mengalir lancar bakal mengancam jadi bahaya banjir bagi kawasan sekitarnya. Tentu ke depan akan merugikan warga yang menjadi korban kebanjiran, yng secara otomatis aktivitas terganggu dan merusak barang yang ada.
“Yang jelas ada dua UU yang dilanggar; UU No.32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Spesifik kasusnya merusak lingkungan dan merubah ruang sungai,” urainya.
Mantan dosen Unrika Batam itu menjelaskan, tindakan penimbunan sungai itu berbahaya bagi kelangsungan lingkungan dan hidup masyarakat, maka pelanggaran itu harus diproses hukum. Kabarnya Ditkrimsus Polda Kepri sudah bertindak cepat dengan memanggil beberapa orang terkait. “Kita apresiasi reaksi cepat dari Polda Kepri,” ujarnya.
Lebih lanjut Cak Ta’in menegaskan, untuk delik hukumnya bisa menggunakan Pasal 57, 60 dan 374 UU PPLH, serta Pasal 69, 70, dan 71 UU Tata Ruang. Penyidik Polda diyakini jauh lebih memahami pasal-pasal yang digunakan untuk menjerat pelanggaran hukum tersebut. Untuk aturan teknisnya bisa dilihat pada PP No. 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, PP No.38 tahun 2011, Peraturan BPK No.2 tahun 2019, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.14 tahun 2022, juga Peraturan Menteri PUPR No.28 tahun 2015.
Persoalan penimbunan sungai tersebut jangan dianggap sepele karena bisa mengakibatkan bencana banjir. Apalagi saat ini Pemko. Batam sedang dipusingkan peristiwa banjir yang terjadi hampir di banyak lokasi setiap kali hujan turun deras. Kabar penimbunan itu sendiri menyebabkan Sekda Batam Jefridin dan Wakil Walikota Batam Li Claudia turun langsung ke lokasi, yang secara tegas minta perbuatan itu diproses dan diselesaikan secepatnya.
“Penyelesaian masalah penimbunan sungai ini jangan hanya dengan mengambil kembali timbunan itu, tapi proses hukum harus tetap dilanjutkan. Ini preseden buruk yang akan memberi efek jerah bagi perusak lingkungan dan pelanggar tata ruang lainnya. Kita berharap Polda Kepri melanjutkan proses yang sudah dilakukan saat ini, sebab indikasi unsur pidananya jelas ada,” tegas Cak Ta’in. ***
Redaksi : Mawardi