MEDAN, RMNEWS.ID – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) diminta segera melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi dalam proyek Pengadaan Meubel Ruang Kelas SD Negeri dan SMP Swasta di Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat.
Proyek yang bernilai miliaran rupiah dan bersumber dari APBD Kabupaten Langkat TA 2024 tersebut diduga tidak sesuai dengan spesifikasi, kuantitas, serta sarat dengan mark up.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Lembaga Studi Pengadaan Indonesia (LSPI), Syahrial Sulung, usai menyerahkan dua berkas laporan informasi dugaan korupsi tersebut ke Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan Jenderal Abdul Haris Nasution, Medan.
“Kita sudah serahkan LI-nya ke bagian PTSP. Jadi kita tunggu saja tindaklanjutnya,” ujar Syahrial didampingi penasehat hukumnya, Harianto Ginting SH MH, Kamis (13/3/2025), sebagaimana dilansir dari Topmetronews.
Syahrial mengatakan, proyek pengadaan meubel SDN dan SMPS di Disdik Langkat dilaksanakan melalui katalog elektronik. Menurutnya, pengadaan secara daring itu menjadi modus korupsi terselubung dan berlindung dibalik regulasi e-purchasing.
Tak tanggung-tanggung, berdasarkan temuan pihaknya, Syahrial pun merinci potensi kerugian negara dari proyek tersebut mencapai miliaran rupiah.
“Harga barang yang ditawarkan penyedia di aplikasi e-katalog adalah harga yang tidak wajar (bid rigging). Jadi kita mencurigai PPK dan penyedia ada melakukan kongkalikong atau deal-deal harga di luar aplikasi e-purchasing,” terang Syahrial yang juga merupakan Sekretaris DPD Bapera (Barisan Pemuda Nusantara) Kabupaten Langkat ini.
Dijelaskannya, pemilihan penyedia serta tahapan persiapan e-purchasing di Disdik Langkat tidak mengacu pada ketentuan. Sesuai tahapan, PPK wajib mengunggah dokumen persiapan yang memuat spesifikasi teknis, prioritas produk dalam negeri, kualifikasi penyedia usaha kecil serta kumpulan referensi harga yang ditetapkan oleh PPK berdasarkan perkiraan harga berbasis harga pasar, standart harga dan harga paket pekerjaan sejenis.
Dokumen persiapan inilah yang semestinya menjadi pertimbangan bagi PPK dalam pemilihan penyedia dan produk dengan referensi harga terbaik.
Syahrial menguraikan, proyek pengadaan meubel Disdik Langkat dipecah menjadi dua paket kontrak. Di antaranya kontrak pengadaan meubel ruang kelas untuk 117 SDN se-Langkat senilai Rp9.359.298.000. Lalu, ada juga kontrak pengadaan mebel ruang kelas untuk 75 SMP swasta se-Langkat senilai Rp5.994.750.000.
Kedua paket kegiatan tersebut dilaksanakan dengan metode pengadaan e-purchasing dan penyedia yang ditunjuk adalah CV Maju Jaya yang beralamat di Jalan Pasar III Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang sesuai surat pesanan tertanggal 18 Oktober 2024.
Ada pun rinciannya, untuk pengadaan kursi dan meja siswa SD/SMP masing-masing sebanyak 9.600 unit. Kursi dan meja guru masing-masing 384 unit serta lemari arsip dan papan tulis gantung masing-masing sebanyak 384 unit.
Menurut Syahrial, berdasarkan hasil temuan pihaknya, ada ketidaksesuaian harga kontrak (negosiasi) antara produk meubel ruang kelas SDN dan SMPS, di mana spesifikasi dan jenis material yang digunakan adalah sama. Di sisi lain, daftar harga satuan produk yang ditayangkan penyedia di aplikasi e-katolog juga merupakan harga yang tidak wajar.
Harga satuan kursi siswa SD A dan harga kursi siswa SMP A terdapat selisih sebesar Rp70.000, di mana perbedaan kedua jenis produk tersebut hanya terdapat perbedaan ketinggian dengan selisih 5 cm. Kemudian untuk harga satuan papan tulis gantung Rp1.265.000 juga dinilai tidak wajar, di mana material yang digunakan lebih sedikit dari untuk membuat satu unit meja guru.
Selanjutnya, ketidakwajaran harga juga terdapat pada harga satuan unit lemari arsip/rak 2 senilai Rp2.244.350, di mana material yang digunakan adalah kayu lat sembarang ukuran 1 x 1,5 dan 1 x 2 inch (untuk rangka lemari) dan triplek 4 mm (full dinding dan rak lemari) serta harga satuan meja siswa SD dan meja siswa SMP terdapat selisih sebesar Rp170.000, dari harga meja guru, di mana material yang digunakan pada dasarnya berbanding 1 : 2.
Lebih anehnya lagi, menurut Syahrial, pekerjaan pengadaan mebel sejenis (perabotan meja dan kursi siswa) juga tercantum di dalam item pekerjaan minor pada proyek pembangunan dan rehabilitasi sekolah pada saat yang bersamaan, bahkan dengan harga yang jauh lebih murah.
Di dalam DKH tersebut, harga meja siswa tunggal yang tertera senilai Rp520.000 dan untuk kursi siswa tunggal senilai Rp350.000.
“Jadi ada indikasi ketidaksesuaian standar satuan harga atau harga timpang dalam proses pengadaan ini,” sebutnya.
Syahrial menegaskan, bahwa untuk meyakini harga barang pada katalog elektronik merupakan harga yang wajar, maka PPK semestinya mempertimbangkan beberapa hal seperti terpenuhinya persyaratan penyedia yang mencantumkan atau melampirkan struktur pembentuk harga pada setiap produk yang diinput pada aplikasi katalog elektronik serta adanya referensi harga dan layanan teknis pendukung yang menjadi acuan PPK untuk melakukan negosiasi harga.
Tidak Sesuai Spesifikasi
Lebih lanjut, menurut Syahrial, berdasarkan penelusuran pihaknya pada situs e-katalog lokal Sumatera Utara, produk barang yang ditawarkan penyedia CV Maju Jaya di etalase e-katalog mencantumkan spesifikasi material dari bahan kayu kelompok meranti, papan steam dan multiplek. Sementara barang yang dikirimkan penyedia terindikasi terbuat dari bahan kayu berkualitas rendah.
“Kita memang bukan ahli kayu, tapi setidaknya masih bisa membedakan mana kayu jenis meranti dan yang bukan. Kalau dari kasat mata 40 persen produk ini menggunakan kayu rimba campuran di bawah kelas III dan 60 persen menggunakan multiplek/triplek. Tapi lebih pastinya biar nanti penyidik yang menghadirkan ahli kayu untuk mengauditnya,” ungkapnya lagi.
Di kesempatan yang sama, aktivis anti korupsi sekaligus praktisi hukum Harianto Ginting SH MH mengaku heran terkait proses pemilihan penyedia pengadaan mebel sekolah yang dilakukan oleh PPK Disdik Langkat. Pihaknya mensinyalir jika proyek tersebut sengaja diarahkan kepada salah satu penyedia dalam hal ini CV MJ yang sudah ditentukan sebelumnya.
Menurut keterangan Harianto, perusahaan MJ adalah salah satu perusahaan manufaktur penyedia perabotan sekolah yang tidak kompeten. Sejak tahun 2020, perusahaan tersebut tercatat sebagai pemasok terbesar perabotan sekolah khususnya di Dinas Pendidikan Sumut termasuk di sejumlah kabupaten/kota se-Sumatera Utara.
Ironisnya, proyek meubel yang dikerjakan perusahaan ini hampir di semua daerah mengalami kerugian negara dan menjadi temukan BPK seperti yang terjadi di Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun, Labuhanbatu, Labura, Paluta, Madina, dll.
“Menurut kami ini suatu keanehan. Ada apa kok bisa-bisanya PPK Disdik Langkat menunjuk penyedia dengan rekam jejak bermasalah. Seharusnya perusahaan ini sudah layak masuk daftar hitam,” pungkas Harianto.
Harianto juga secara tegas meminta kepada penyidik Kejatisu untuk tidak main-main dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi pengadaan meubel di Dinas Pendidikan Langkat. Sebab, selain potensi kerugian negara yang cukup besar, ada indikasi keterlibatan APH yang ikut bermain didalam proyek tersebut dan menjadikan perusahaan penyedia CV MJ sebagai tameng.
Untuk itu pihaknya dalam waktu dekat akan menginformasikan permasalahan tersebut kepada Kajagung dan Kortastipidkor Mabes Polri.
Ongkos Kirim Fiktif
Selain dugaan korupsi pengadaan mebel SDN dan SMPS, pada saat yang bersamaan, Syahrial juga melaporkan dugaan korupsi pengadaan mebel ruang kelas SDN dan SMPS di Disdik Langkat dengan total anggaran senilai Rp4,7 miliar. Pengadaan tersebut juga dipecah menjadi dua paket kontrak yaitu pengadaan mebel SMPN senilai Rp4,064 miliar serta kontrak pengadaan mebel SDS senilai Rp637 juta.
Syahrial kembali menjelaskan, pengadaan mebel SMPN dan SDS juga dilaksanakan melalui e-purchasing dan penyedia yang ditunjuk adalah CV Benang Merah yang beralamat di Jalan Karang Asem No 20 Kelurahan Ploso Kecamatan Tambak Sari Kota Surabaya, sesuai surat pesanan tanggal 28 Oktober 2024.
Berdasarkan syarat dan ketentuan yang diperjanjikan didalam SP tersebut, penyedia CV Benang Merah wajib mengirimkan barang paling lambat tanggal 7 Desember 2024 dengan spesifikasi untuk meja dan kursi belajar type MKS 122, meja guru, dan kursi guru merk ‘Pujaan Kampus’, dengan material terdiri dari pipa hollo, pipa bulat, kawat, plat, multiplek, dan HPL.
Menurut keterangan Syahrial, dalam proses pengadaan barang tersebut, pihaknya menemukan kelebihan pembayaran atau dugaan mark up yang dilakukan PPK Disdik Langkat dengan modus memanipulasi biaya ongkos kirim senilai Rp414.250.000.
Editor: Andika
Sumber: Topmetronews