JAKARTA, RMNEWS.ID – Bareskrim Polri melakukan penangkapan terhadap Direktur klub sepak bola Persiba Balikpapan, Catur Adi. Setelah diselidiki, ternyata Catur merupakan bandar narkoba jaringan lapas di Kalimantan Timur.
Penangkapan Catur dibenarkan oleh Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Mukti Juharsa.
Penangkapan itu berawal dari razia narkoba di Lapas Kelas II-A Balikpapan, Kalimantan Timur. Razia tersebut dilakukan pada Kamis, 27 Februari 2025.
Hal itu dilakukan karena adanya informasi terkait indikasi peredaran narkoba jenis sabu. Razia dilakukan Polda Kalimantan Timur bersama pihak Lapas.
Hasilnya, menurut Mukti, didapati peredaran narkotika sebanyak 3 kilogram di dalam lapas.
“Betul, didapatkan peredaran narkoba di sana. Didapatkan yang semulanya infonya ada 3 kilo (narkoba) terus sekarang tinggal 69 gram yang diamankan,” kata Mukti kepada wartawan di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (10/3/2025), dilansir dari Detik.
Brigjen Mukti menyebutkan narkotika jenis sabu itu sudah terjual dan dikonsumsi oleh para napi dan tinggal tersisa sebanyak 69 gram. Dari hasil penggeledahan itu, Mukti menyebutkan, pihaknya berhasil menemukan total 9 orang kaki tangan Catur yang ada di dalam lapas.
“Mereka adalah E sebagai pengendali di dalam lapas. Kemudian S, J, S, A, A, B, F, dan E sebagai penjual di lapas,” ungkapnya.
Dari keterangan salah satu pelaku diketahui peran Catur dalam peredaran narkoba tersebut.
“C adalah sebagai bandar narkoba,” jelas Mukti.
Kemudian, Mukti menuturkan tersangka E selaku pengendali lapas menyetorkan uang hasil penjualan kepada sosok D. Adapun sosok D masih diburu.
Adapun uang dari pelaku D itu yang kemudian dikirim kepada rekening milik tersangka R dan K yang dikuasai oleh Catur.
“Pengendali ini memberikan, mentransfer uangnya kepada rekening D. Pelaku D ini masih kita dalami, kemudian dari pelaku D disalurkan kepada tersangka K dan R,” ujarnya.
Lebih lanjut, Mukti menyatakan bahwa pihaknya tengah menelusuri aliran dana dari bisnis narkoba yang dikendalikan Catur Adi.
“Masalah aliran dana. Kita masih dalami. Kita masih dalami untuk aliran dana ke mana saja,” jelas Mukti.
Mukti menjawab pertanyaan wartawan soal kemungkinan hasil bisnis haram itu mengalir ke Persiba.
Mukti menyebut perihal itu masih dalam proses penelusuran. Oleh sebab itu, Mukti enggan membeberkan lebih rinci.
“Kami dalami, nanti TPPU (tindak pidana pencucian uang) yang bergerak. Masih didalami. Saya belum bicara gamblang, saya masih mendalami,” ucap Mukti.
Selain itu, Brigjen Mukti Juharsa juga menyebutkan bisnis narkoba yang dijalankan oleh Catur Adi masih berkaitan dengan bisnis narkoba Hendra Sabarudin. Hendra merupakan seorang narapidana yang mendekam di Lapas Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara).
Hendra telah mengendalikan peredaran sabu dari balik jeruji besi di Kalimantan Utara sejak 2017. Selama kurun tersebut, dia telah memasukkan berton-ton narkoba ke Indonesia.
“Ini adalah bagian dari kasus sebelumnya. TPPU kasusnya Hendra, yang sudah divonis, Hendra Sabarudin. Ya, itu ada kaitannya ini,” tutur Mukti Juharsa.
Mukti mengatakan pihaknya sudah mengetahui adanya keterikatan Catur dengan Hendra. Namun, kala itu, Polri masih mencari barang bukti yang cukup.
“Ini (Catur) sebenarnya TO (target operasi) kita untuk wilayah Kaltim. Dialah bandar besarnya,” kata Mukti.
Dengan keterkaitannya Catur dan Hendra, Mukti menduga Catur pun telah bertahun-tahun menjalankan bisnis narkoba. Catur, menurut dia, berperan sebagai bandar yang mengedarkan barang haramnya di Lapas kelas II Balikpapan, Kalimantan Timur.
Pengedarnya pun adalah napi yang mendekam di dalam sana. Dari tangan Catur, ada 69 gram sabu yang diamankan.
Sementara kasus Hendra telah diungkap Bareskrim pada 2024 lalu. Pria yang juga punya nama alias Hendra 32 ini juga pernah terlibat kerusuhan Lapas Tarakan pada 2022.
“Dari hasil penyelidikan, Terpidana HS telah beroperasi sejak tahun 2017 hingga tahun 2023, selama kurun waktu tersebut dia telah memasukkan narkotika jenis sabu dari wilayah Malaysia sebanyak lebih dari 7 ton sabu,” ungkap Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada dalam jumpa pers di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024) lalu.
Hendra telah ditangkap terkait kasus narkotika pada 2020, dan divonis hukuman mati. Namun hukumannya diperingan menjadi 14 tahun setelah dua kali upaya peninjauan kembali (PK).
Selama menjalani masa hukuman, HS ternyata masih mengendalikan peredaran gelap narkoba dari balik jeruji besi. Dari situ, total perputaran uang mencapai Rp 2,1 triliun.
Editor: Andika
Sumber: Detik