BATAM, RMNEWS.ID – Kasus narkotika yang melibatkan mantan 10 anggota polisi Satnarkoba Polresta Barelang kembali disidangkan di Pengadilan Negeri Batam, Senin (3/3/2025). Agenda persidangan melibatkan 6 saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam agenda pemeriksaan saksi, sidang ke 12 terdakwa dibagi menjadi dua sesi. Sidang pertama yakni untuk terdakwa Wan Rahmat, Aryanto, Jaka Surya, Junaidi dan Azis. Sedangkan pada sesi kedua yakni untuk terdakwa Satria Nanda, Fadilla, Sigit, Alex Candra, Zulkifli, Rahmadi, Ibnu Makruf.
Saksi pertama yang memberi keterangan dalam sidang sesi satu yakni Ipda Aryanto Gultom dari Bidang Propam Polda Kepri. Dalam keterangannya, Ipda Aryanto menjelaskan perkara dugaan keterlibatan 10 anggota polisi adalah turunan dari bidang Paminal Polda Kepri.
“Perkara turunan dari Paminal, untuk pemeriksaan awal, menyerahkan barang bukti dan nama-nama terdakwa,” ujar Aryanto sebagaimana dilansir dari Batampos.
Menurut hasil pemeriksaan ia mendapati peranan para terdakwa, peranan Jaka Surya dan Aryanto adalah mengantarkan sabu yang dijual kepada Azis sebesar Rp400 juta. Uang penjualan sabu itu rencananya dibayarkan untuk informan atas nama SI sebesar Rp400 juta.
“Sabu dijual Rp400 juta untuk pembayaran informan. Informan bernama SI mendapat uang Rp20 juta per kg,” jelas Aryanto.
Selain itu, terdakwa lainnya, yakni Junaidi, Wan Rahmad, Aryanto, Jaka, dan Azis juga diduga terlibat dalam peredaran 5 kilogram sabu ini. Barang tersebut dikaitkan dengan kasus 5 kilogram sabu yang berada di Tembilahan dan tengah ditangani oleh Bareskrim. Junaidi disebut mengetahui proses penyusunan rencana peredaran narkoba tersebut.
Kemudian, sabu tersebut dijemput oleh Tim Opsnal yang terdiri atas Sigit, Jaka, dan Ibnu Makruf. Berawal dari pertemuan Mantan Kasat Narkoba Polresta Barelang pada bulan Mei yang meminta anggota untuk melakukan Operasi Tangkap dalam jumlah besar.
“Ada dua tas, masing-masing isi tas 18 paket. Yang mana barang bukti 35 kilogram diperuntukan untuk perkara Dayat dan Nelly,” ungkap Aryanto.
Saksi Ipda Aryanto Gultom menyebut bahwa mereka menerima barang bukti dari Paminal (Pengamanan Internal) dan mengaku masih menghormati para terdakwa meskipun terlibat dalam kasus ini. Berkas perkara dalam kasus ini dibagi (split) sesuai dengan kepangkatan masing-masing terdakwa.
“Pada akhir persidangan, terdapat pencabutan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) setelah pembacaan putusan. Mereka membantah menyalahgunakan dan menjual barang bukti narkoba,” ujar Aryanto.
Proses jalannya sidang cukup alot, hingga pukul 16.00 WIB masih satu saksi yang diperiksa dalam sesi pertama. Sedangkan untuk satu sesi ada 6 saksi yang akan diperiksa.
Sebelumnya dalam sidang yang digelar Kamis (27/2/2025), dua saksi yang dihadirkan mencabut BAP yang diberikan pada saat pemeriksaan di Polda Kepri. Atas dicabutnya BAP, para terdakwa mengucapkan terimakasih kepada saksi.
Sebagai informasi, kasus dugaan tindak pidana narkotika yang menyeret 10 anggota polisi Polda Kepri akhirnya bergulir di Pengadilan Negeri Batam, Kamis (30/1/2025) sekitar pukul 11.20 WIB. Dimana dua warga sipil yang satu diantaranya mantan anggota polisi juga mengikuti sidang dalam perkara sama dengan agenda pembacaan dakwaan.
Dalam dakwaan, terungkap jika para terdakwa polisi tak hanya menyalahgunakan barang bukti narkoba jenis sabu. Namun juga menjemput 44 kilogram sabu hingga perbatasaan Malaysia, dengan membayar upah tekong sebesar Rp20 juta dan upah informan Rp20 juta perkilogram.
Dalam dakwaan menjelaskan bahwa kejadian tersebut berlangsung antara bulan Juni hingga September 2024. Berawal dari salah satu ruangan Satnarkoba Polrest Barelang.
Kasus bermula dari informasi terkait penyelundupan 300 Kg sabu dari Malaysia yang diperoleh Rahmadi SI seorang informan. Namun, rencana tersebut batal hingga akhirnya muncul informasi baru pada Mei 2024 mengenai masuknya 100 kg sabu ke Indonesia.
Atas informasi tersebut, beberapa terdakwa menggelar pertemuan di One Spot Coffee, Batam, guna membahas distribusi barang haram itu. Awalnya, rencana penyelundupan mengalami kendala, namun setelah Ditresnarkoba Polda Kepri mengungkap kasus narkotika di Imperium, Batam, serta adanya tekanan dari pimpinan Polresta Barelang agar segera mengungkap kasus besar, Satria Nanda diduga memerintahkan timnya untuk kembali menjalankan operasi ini.
Dalam rapat lanjutan, terdakwa Shigit Sarwo Edhi sebagai Kanit memberikan arahan kepada Fadillah dan Rahmadi untuk memastikan eksekusi berjalan lancar. Rencana itu mencakup pembagian 100 Kg sabu, dimana 90 Kg digunakan untuk pengungkapan kasus, sedangkan 10 Kg lainnya diduga disisihkan untuk membayar SI dan keperluan operasional.
Pada akhirnya, strategi tersebut mendapat persetujuan Satria Nanda meski awalnya ia menilai skema itu berisiko tinggi. Hingga akhirnya, pada bulan Juni 2024, beberapa terdakwa menyewa Awang seorang tekong untuk mengambil sabu dari Malaysia. Awang diupah Rp20 juta dan melaju dari Perairan Nongsa, menuju Tanjunguban hingga ke Malaysia.
Awang membawa kapal seorang diri, dikawal oleh beberapa terdakwa (polisi) menggunakan kapal terpisah. Namun diperbatasaan, para terdakwa berhenti. Sedangkan Awang masuk ke perairan Malaysia.
Setelah Awang kembali dari perairan Malaysia, para terdakwa kembali mengawal Awang hingga perairan Nongsa. Sesampai di perairan Nongsa, Awang tetap berada di atas kapal, sedangkan para terdakwa mengambil dua tas besar dan memasukan ke dalam mobil warna silver untuk menuju Satnarkoba Polresta Barelang.
Di Satnarkoba Polresta Barelang, para terdakwa menghitung jumlah sabu di dalam dua tas ada 44 bungkus yang masing-masing tiap bungkus berisi 1 kilogram. Sabu-sabu tersebut kemudian disisihkan menjadi 9 bungkus dan disimpan di tempat terpisah.
Sementara untuk 35 bungkus lagi atau 35 kilogram, barang tersebut dilaporkan untuk diekspos dan disetujui oleh Kasat yang saat itu berada di Bandara Hang Nadim Batam.
Lebih lanjut, dalam pertemuan para terdakwa dan Kasat, Kasat juga sempat mengucapkan selamat kepada para terdakwa karena sudah sukses bekerja. Yang kemudian ditentukan waktu untuk melakukan ekspos perkara nantinya. Para terdakwa kemudian menghubungi Poy (DPO), untuk mencari orang yang akan membawa sabu itu ke Jakarta. Dan Poy mendapatkan 3 orang, yakni Effendi, Nely dan Ade.
Dua diantara kurir adalah pasangan suami istri yang dijanjikan upah Rp150 juta dan Ade yang dijanjikan upah Rp10 juta. Namun dalam aksi itu, para polisi yang semula memiliki barang, melakukan aksi penyergapan kepada ketiganya. Orang suruhan Poy ditangkap di dekat jembatan Barelang dengan barang bukti 35 kilogram sabu.
Bukan hanya itu, 9 kilogram sabu yang disisihkan tersebut kemudian dijual dan salah satunya kepada Azis dengan harga Rp400 juta per kilogram. Namun diperjalanan, Azis tak melunasi sisa dari pembelian sabu tersebut.
Akibat perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan pasal 112 ayat 2 UU narkotika jo 132 jo pasal 64 UU narkotika. Atau pasal 114 ayat 2 Jo 132 Jo 64 UU narkotika. (rm/bps)