JAKARTA, RMNEWS.ID – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara resmi menyetujui pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) menjadi undang-undang.
Keputusan tersebut disetujui dalam pengambilan keputusan tingkat II Rapat Paripurna DPR di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (4/2/2025), dilansir dari IDX Channel.
“Kami menanyakan kepada seluruh anggota apakah Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dalam rapat Paripurna.
“Setuju,” ucap anggota DPR yang hadir.
Sebelumnya, Komisi VI DPR RI menyepakati agar Revisi Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi Undang-Undang (UU) di rapat paripurna mendatang.
Kesepakatan diambil dalam rapat Panja RUU BUMN yang digelar di Ruang Rapat Komisi VI DPR RI, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Sabtu (1/2/2025).
Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini menyampaikan, masing-masing fraksi telah setuju terhadap RUU BUMN untuk disahkan menjadi UU di paripurna mendatang.
“Maka dapat kami simpulkan dari ke delapan fraksi di Komisi VI DPR telah menyetujui RUU tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 18 tahun 2003 tentang BUMN untuk selanjutnya dibawa pada pembicaraan tingkat 2 dalam rapat paripurna DPR RI untuk disetujui menjadi UU, setuju?” ujar Anggia ke peserta rapat.
“Setuju,” ucap peserta rapat.
Untuk diketahui, setidaknya ada 11 poin utama dalam perubahan dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU BUMN yang siap disahkan. Pertama, perluasan definisi BUMN, dari sebelumnya hanya badan usaha yang sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara saja, ditambah klausul terdapat hak istimewa yang dimiliki negara republik Indonesia.
Kedua, mengatur soal definisi anak usaha yang sebelumnya belum diatur dalam Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Pada DIM RUU BUMN dijelaskan bahwa anak usaha BUMN adalah anak perusahaan BUMN dan turunannya yang didirikan oleh BUMN dalam rangka memenuhi kepentingan usaha BUMN.
Ketiga, Pengaturan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), holding investasi, holding operasional. BPI Danantara sendiri merupakan lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengelolaan BUMN sebagaimana diatur dalam RUU BUMN.
Holding Investasi adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dan Badan yang mempunyai tugas untuk melakukan pengelolaan dividen dan/atau pemberdayaan aset BUMN serta tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri dan/atau Badan.
Sedangkan Holding Operasional adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh Negara dan Badan yang mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan operasional BUMN serta kegiatan usaha lainnya.
Keempat, pengaturan soal business judgement rule atau aturan yang menyangkut soal perlindungan kewenangan direksi terkait pengambilan keputusan. Kelima, mengatur soal pengelolaan aset BUMN yang sesuai dengan prinsip good corporate governance seperti yang diatur dalam RUU BUMN yang baru.
Keenam, aturan soal rekrutmen sumber daya manusia (SDM) BUMN untuk para penyandang disabilitas. Bahkan dalam pasal ini juga diatur bahwa karyawan BUMN juga diambil dari masyarakat setempat. Hal ini diatur dalam Bab IX tentang Sumber Daya Manusia.
Pada ketentuan selanjutnya, yang juga menjadi poin perubahan ketujuh, karyawan BUMN yang dimaksud yang berasal dari karyawan perempuan dapat menduduki posisi jabatan Direksi, Dewan Komisaris, atau Jabatan Manajerial lainnya di BUMN.
Kedelapan, RUU BUMN juga mengatur lebih detail soal pembentukan anak usaha baru. Hal mendetail yang diatur terkait persyaratan pendirian anak usaha yang bisa memberikan kontribusi besar bagi BUMN dan untuk negara.
Kesembilan, RUU BUMN juga mengatur terkait agenda korporasi yang mencakup skema penggabungan BUMN, peleburan, pemisahan, pengambilalihan. Aksi korporasi BUMN ini diatur dalam beberapa pasal yang belum diatur dalam UU 19/2003 tentang BUMN.
Kesepuluh, pengaturan privatisasi perusahaan BUMN. Privatisasi ini diatur lebih mendetail diatur dalam RUU BUMN yang merupakan kewenangan Menteri. Lebih lanjut soal privatisasi diatur dalam BAB VIIIA, privatisasi dapat dilakukan paling sedikit memenuhi 3 kriteria, yaitu industri atau sektor usaha kompetitif, sektor usaha cepat yang unsur teknologinya cepat berubah, dan industri atau sektor usaha yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak.
Kesebelas, aturan soal satuan pengawasan internal, komite audit, dan komite lainnya yang bertugas untuk melakukan pembinaan, pelatihan, pemberdayaan, hingga menjalin kerjasama dengan UMKM.+
Editor: Andika
Sumber: IDX Channel