BATAM, RMNEWS.ID – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah akan menambahkan pelajaran coding sebagai mata pelajaran pilihan untuk siswa Sekolah Dasar (SD) mulai kelas 4. Rencana ini mengundang berbagai tanggapan dari berbagai kalangan, termasuk para ahli.
Salah satu pakar yang juga dosen di jurusan Pendidikan Teknik Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta, Arif Setiawan S Kom M Eng, menyampaikan bahwa kebijakan ini merupakan langkah positif untuk mengikuti perkembangan teknologi. Namun, ia berpendapat bahwa belajar coding di usia SD tergolong terlalu awal. Menurutnya, ada pengetahuan dasar lain yang perlu dikuasai sebelum siswa mempelajari coding.
“Meskipun tidak menjadi masalah, perlu ada kajian lebih mendalam. Sekolah dasar seharusnya fokus pada pengetahuan dasar. Sementara itu, coding dan kecerdasan buatan (AI) adalah materi yang lebih maju. Mungkin akan lebih tepat jika hal ini diterapkan di Sekolah Menengah Pertama atau Sekolah Menengah Atas,” ujar Arif pada 30 November 2024 sebagaimana dilansir dari bisik.
Irma Yuliana, seorang pakar lainnya dari UMS, memberi penegasan senada. Ia menyatakan bahwa meskipun belajar coding sangat baik, para siswa sebaiknya diperkenalkan pada mata pelajaran dasar yang lebih penting terlebih dahulu. Pengetahuan seperti kemampuan berhitung, bahasa Inggris, dan berpikir logis harus dikuasai agar siswa lebih mudah memahami coding dan AI yang merupakan konsep yang lebih kompleks.
Irma juga mengatakan bahwa sebelum belajar AI, siswa harus memahami etika penggunaan AI tersebut. “Jika kita bertanya pada AI, kita sedang melatih mesin AI, bukan kendali pusat otak manusia. Hal ini berpotensi berbahaya, sehingga pemahaman mengenai konsekuensi dari penggunaan AI perlu ditekankan,” jelas Irma.
Ia juga menekankan pentingnya computational thinking sebagai pondasi sebelum belajar coding dan AI. Kemampuan ini sangat berguna untuk membentuk pola pikir logis siswa.
“Pengajaran harus dipastikan melibatkan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten, materi yang tepat, dan fasilitas pendukung yang ada,” kata Irma. Computational thinking adalah cara berpikir untuk memecahkan masalah dengan memecahnya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Dengan mempelajari konsep ini, siswa bisa lebih memahami konteks coding dengan baik.
Dia menambahkan, pengetahuan tentang computational thinking dapat digabungkan dengan mata pelajaran lain, terutama matematika. Para guru bisa memadupadankan konsep ini dalam bentuk soal cerita dalam tugas matematika siswa. Selain itu, konsep ini juga bisa dikemas melalui permainan agar lebih menarik, misalnya melalui orange game.
Dalam permainan tersebut, siswa dibagi dalam kelompok yang masing-masing terdiri dari lima orang, di mana mereka memegang satu jenis buah yang sama, tetapi jumlahnya berbeda. Proses membagikan buah dilakukan secara acak. Setiap siswa kemudian berusaha memindahkan buah hingga semua anggota kelompok memiliki jenis buah yang sama. Siswa dapat melompat ke buah di sisi yang bertetangga. Melalui cara ini, konsep bottleneck dalam jaringan dapat dipahami dengan cara yang menyenangkan.
“Dengan cara ini, anak-anak belajar mengenai struktur data seperti antrean dan tumpukan. Misalnya dalam menguasai konsep antrean, siswa dapat mengenal prinsip first in first out. Ini adalah contoh dari apa yang dinamakan gelombang semantik, yaitu mengajarkan sesuatu yang abstrak menjadi konkret, sehingga lebih mudah dipahami oleh anak-anak,” ungkap Irma.
Editor: Andika
Sumber: bisik