KENDARI, RMNEWS.ID – Pada tahun ini, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra) meraih apresiasi atas 9 (sembilan) Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dari Kementerian Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Acara penerimaan apresiasi atas 9 Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tersebut akan diadakan di Jakarta, Sabtu, 16 November 2024, pukul 19.00 WIB.
Adapun warisan budaya Sultra diakui pada tingkat nasional dan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia oleh Kemendikbudristek, antara lain:
1. Haroa dari Buton : Merupakan warisan budaya tak benda yakni doa bersama atau pengucapan doa secara kolektif. Dalam praktiknya, prosesi Haroa dilakukan dengan membaca doa-doa dalam bahasa Arab dan Buton, yang dipimpin oleh seorang tokoh agama atau tetua adat, disebut dengan Lebe.
2. Tari Galangi dari Buton : Merupakan warisan budaya tak benda yakni tarian perang dalam mengawal Sultan Buton, Sapati (Perdana Menteri), dan Kapitalao (Panglima Perang) dalam menjalankan tugas. Dalam dinamikannya, saat ini Tari Galangi menjadi atraksi wisata budaya dalam berbagai even kegiatan.
3. Gola Ni’i dari Buton dan Kabaena : Warisan budaya tak benda berupa makanan khas masyarakat Buton dan Kabaena yang masih diperdagangkan hingga saat ini. Gola Ni’i terbuat dari gula aren dicampur dengan kelapa setengah tua. Untuk menambah rasa, gula kelapa dicampur dengan nasi beras ketan dan dibungkus dengan daun jagung.
4. Bilangari dari Tolaki : Warisan budaya tak benda Bilangari merupakan panduan orang suku Tolaki untuk memprediksi hari baik dan gejala alam. Bilangari digunakan untuk memprediksi waktu yang cocok untuk membangun rumah, menanam padi, dan sebagainya.
5. Kabuto dari Muna : Merupakan warisan budaya tak benda berupa makanan khas masyarakat Muna. Berbahan dasar ketela pohon/singkong atau ubi kayu yang telah kering, selanjutnya dimasak dengan dicampur parutan kelapa dan ikan asin goreng. Kabuto sudah menjadi makanan pokok pengganti nasi masyarakat Muna sejak zaman dahulu, terutama yang di sekitar pesisir pantai.
6. Kasambu Muna : Merupakan warisan budaya tak benda berupa ritual yang dilakukan masyarakat Muna pada usia 7-8 kehamilan pertama seorang perempuan. Ritual ini masih tetap dipertahankan walaupun ada pergeseran dalam hal penggunaan jasa Sando (pemimpin doa keselamatan) dimana saat seorang ibu melahirkan dipimpin dan digantikan oleh tenaga medis.
7. Pogiraa Adhara dari Muna : Merupakan warisan budaya tak benda berupa tradisi budaya tarung kuda bagi masyarakat Muna. Tradisi ini dengan mempertarungkan dua ekor kuda jantan yang sudah dewasa dengan ukuran sama. Adu kuda ini dipimpin oleh seorang pawang yang sudah memiliki pengalaman.
8. Mowindahako dari Tolaki : Merupakan warisan budaya tak benda berupa penyelesaian adat yang menandai penggabungan dua keluarga. Proses ini melibatkan keluarga kedua mempelai, tokoh adat, tokoh agama, pemerintah, dan masyarakat. Tradisi ini merupakan proses pernikahan masyarakat Tolaki.
9. Sajo Moane dari Buton dan Wakatobi : Merupakan warisan budaya tak benda berupa tarian Sajo Moane yang merupakan tarian khas yang dapat dijumpai di selatan Pulau Kaledupa dan di utara Pulau Binongko, Kabupaten Wakatobi. Personil tarian Sajo Moane diharuskan laki-laki dan pada umumnya dilakukan untuk menyambut para tamu yang datang berkunjung. Pada masa lalu, tarian ini ditampilkan untuk menyambut kepulangan para prajurit kerajaan dari medan perang.
Sementara itu, Provinsi Sultra juga memiliki 37 warisan budaya tak benda yang sudah ditetapkan antara lain; Kalosara, Kaganti, Lariangi, Kaghati, Mosehe, Lulo, Karia, Tari Linda, Kantola, Istana Malige Buton, Kaago-Ago, Kamohu, Banya Tada, Dole-Dole, Ewa Wuna, Kabanti Kaluku Panda, Tanduale, Kamohu wuna/Tenun Muna, Lulo Ngganda, Pakande-Kadea, Tari Balumba, Tenun Konawe, Tandaki, Kabanti, Lumense, Kabuenga, Tari Mondotambe, dan Mewuwusoi, Haroa, Tari Galangi, Gola Ni’i, Bilangari, Kabuto, Kasambu, Pogoraa Adhara, Mowindahako, dan Sajo Moane.
Di Indonesia terdapat 718 bahasa daerah, dan Provinsi Sulawesi Tenggara sendiri menyumbang 9 bahasa, yaitu: Tolaki, Wolio, Muna, Moronene, Cia-cia, Pulo (Wakatobi), Kulisusu, Lasalimu-Kamaru, dan Culambacu.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara berupaya melestarikan bahasa dan sastra daerah dengan berbagai cara, seperti menyelenggarakan Kongres Internasional IV Bahasa-bahasa Daerah Sulawesi Tenggara pada November 2023, menyusun program revitalisasi bahasa daerah, dan mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang masyarakat hukum adat ke DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara.
Sebagai informasi lengkap jadwal acara, Anda dapat melihat dibawah berikut:
Editor: Andika
Laporan: Ril. Humas Pemprov Sultra