JAKARTA, RMNEWS.ID – Praktik sunat perempuan resmi dihapus oleh pemerintah. Hal ini disahkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
“Menghapus praktik sunat perempuan,” demikian bunyi Pasal 102 huruf a.
Dikutip dari CNN, Rabu (31/7/2024), kebijakan ini diteken Presiden Joko Widodo pada Jumat (26/7/2024). Keputusan praktik sunat perempuan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan sistem reproduksi bayi, balita, dan anak prasekolah.
Selain itu pemerintah meminta agar balita dan anak prasekolah diedukasi agar mereka mengetahui organ reproduksinya, serta mengedukasi mengenai perbedaan organ reproduksi laki-laki dan perempuan. Termasuk edukasi untuk menolak sentuhan terhadap organ reproduksi dan bagian tubuh yang dilarang untuk disentuh; mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat pada organ reproduksi; hingga memberikan pelayanan klinis medis pada kondisi tertentu.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan pernah menerbitkan Permenkes Nomor 6 tahun 2014 tentang pencabutan Permenkes Nomor 1636/MENKES/PER/XII/2010 tentang Sunat Perempuan. Sebab aturan tahun 2010 itu dinilai sejumlah masyarakat telah memberikan opsi sunat diperbolehkan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak lama melarang praktek sunat perempuan karena hal tersebut tidak memiliki manfaat kesehatan bagi anak perempuan dan wanita dewasa.
Sunat perempuan, menurut WHO, justru menyebabkan pendarahan hebat dan masalah buang air kecil, kista, infeksi, serta komplikasi saat melahirkan dan peningkatan risiko kematian bayi baru lahir.
Praktik sunat perempuan diakui secara internasional sebagai pelanggaran hak asasi manusia anak perempuan dan wanita. Sunat perempuan juga dianggap sebagai pelanggaran hak seseorang atas kesehatan, keamanan, dan integritas fisik; hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat; dan hak untuk hidup, jika prosedur tersebut mengakibatkan kematian.
Berikut adalah daftar komplikasi medis dari sunat perempuan:
1.Komplikasi langsung:
-nyeri hebat
-perdarahan berlebihan (hemoragi)
-pembengkakan jaringan genital
-demam
-infeksi misalnya tetanus
-masalah saluran kencing
-masalah penyembuhan luka
-cedera pada jaringan genital di sekitarnya
-syok
-kematian
2.Komplikasi jangka panjang:
-masalah saluran kencing (nyeri buang air kecil, infeksi saluran kencing);
-masalah vagina (keputihan, gatal, vaginosis bakterialis dan infeksi lainnya);
-masalah menstruasi (menstruasi yang menyakitkan, kesulitan mengeluarkan darah menstruasi, dll.);
-jaringan parut dan keloid;
-masalah seksual (nyeri saat berhubungan, kepuasan berkurang, dll.);
-peningkatan risiko komplikasi persalinan (persalinan sulit, pendarahan berlebihan, operasi caesar, perlu resusitasi bayi, dll.) dan kematian bayi baru lahir;
-kebutuhan untuk operasi selanjutnya: misalnya, penyegelan atau penyempitan lubang vagina (tipe 3) dapat menyebabkan praktik pembedahan vagina yang tertutup di kemudian hari untuk memungkinkan hubungan seksual dan melahirkan (deinfibulasi). Terkadang jaringan genital dijahit lagi beberapa kali, termasuk setelah melahirkan, sehingga wanita tersebut menjalani prosedur pembukaan dan penutupan berulang kali, yang selanjutnya meningkatkan risiko langsung dan jangka panjang; dan
-masalah psikologis (depresi, kecemasan, gangguan stres pascatrauma, harga diri rendah, dll.).
Editor: Andika
Sumber: CNBC